Selama tiga malam tanggal 7, 8, dan 9 Agustus kemarin, Pantai Carnaval Ancol menjadi saksi gelaran akbar InterMusic Java Rockin' Land, yang bisa dibilang merupakan perhelatan rock internasional terbesar di Indonesia. Dua panggung raksasa plus 4 panggung lainnya berdiri megah di hamparan pasir Ancol.
Pada malam pertama, nama internasional yang diusung adalah Mêlée dan Vertical Horizon. Yang satu baru masih bisa dibilang muka baru, dan yang satu lagi muka yang sudah agak terlalu lama. Ditambah waktu Jumat malam yang kurang bersahabat untuk lalu lintas ibukota dan notabene masih hari kerja, tak heran kalau massa yang terkumpul tidak terlalu besar di malam itu. Beruntung band-band lokal yang tampil seperti Seringai, Koil dan Netral sudah punya massa loyal masing-masing.
Penonton baru bertumpah ruah di malam berikutnya. Tidak kurang dari 30,000 orang hadir dengan pancingan nama besar Mr Big. Deretan garda lokal yang tampil juga tidak main-main, seperti The S.I.G.I.T., /rif, Efek Rumah Kaca, The Adams, dan dedengkot band indie Pure Saturday. Dan kalau dari angkatan lama menunggu Mr Big, angkatan muda pun terwakili oleh Secondhand Serenade.
Dan ternyata yang ditunggu memang tidak salah; Mr Big masih sangat bisa dibilang BIG. Mulai dari nomor pembuka "Daddy, Brother, Lover, Little Boy" sampai ditutup dengan encore "To Be With You" dan "Colorado Bulldog", sambutan antusias diberikan oleh mereka yang tampak sudah rindu akan band senior ini.
Di hari terakhir festival ini, pesona magis Mew dan tema nostalgik Third Eye Blind menjadi jagoan. Panggung raksasa InterMusic dibuka oleh Slank di sore hari, sebuah pilihan jadwal yang jitu oleh panitia. Massa Slankers yang diberi pintu masuk khusus langsung terhibur puas dan dengan damai meninggalkan venue pertunjukan sehingga tidak menumpuk hingga malam hari. Slank pun memberi penampilan maksimal, dan sempat membawakan beberapa lagu-lagu lama yang ditulis ulang dalam Bahasa Inggris, sebagaimana terekam pada album mereka yang dirilis di Amerika Serikat, "Anthem For The Broken Hearted".
Setelah Slank tampil, rombongan penonton berusia muda pun langsung merangsek ke panggung utama. Walau masih lebih dari satu jam sebelum jadwal tampil, mereka bersiap untuk satu nama: MEW. Band Denmark ini memang jadi salah satu penyebab utama para penonton rela merogoh kocek dua ratus ribu rupiah dan jalan jauh ke Ancol. Dan harga tiket itu pun terbayar lunas begitu lima sosok personil band tersebut naik ke panggung. Ditemani permainan tata cahaya dan visual yang apik, Mew sungguh membuat iri karena merindukan adanya band lokal yang bisa sebaik mereka. Kualitas vokal prima Jonas Bjerre plus video animasi yang lahir dari tangannya sendiri menjadi titik prima penampilan mereka.
Koor plus histeria massal kerap terjadi pada nomor-nomor populer seperti "Special", "The Zookeper's Boy", "Am I Wry? No" dan pastinya lagu terakhir "Comforting Sounds". Megah, spektakuler, dan fantastis, mungkin tidak berlebihan bila disematkan pada penampilan mereka. Walau terasa minim komunikasi dengan penonton, Mew sukses membius puluhan ribu penggemarnya dengan suguhan telinga dan mata yang pasti akan terbayang sampai beberapa hari ke depan.
Situasi yang agak terbalik terjadi menjelang pukul 10 malam, saat Third Eye Blind (3eb) bersiap tampil. Pada saat mereka naik pentas, penonton yang kebanyakan mungkin sudah letih masih berjalan gontai menuju panggung utama sehingga tidak terjadi kehimpitan luar biasa seperti pada Mew sebelumnya. Namun pelan tapi pasti wilayah di depan panggung mulai memadat. Membuka dengan sebuah nomor instrumental bernafas techno, performa band yang berkibar pada akhir 90-an ini agak mengejutkan karena terasa kurang nyaman didengar. Suara khas Stephan Jenkins pun terdengar tidak prima pada beberapa lagu awal.
Beruntung Stephan memiliki kemampuan berkomunikasi yang tinggi, dan berulang kali melontarkan pujian terhadap negara ini dan penonton pada khususnya. Sebuah sikap yang disambut meriah oleh penikmat musik yang sempat skeptis setelah tragedi peledakan bom di Jakarta dua minggu yang lalu. Beruntung juga 3eb punya stok lagu lama yang masih sangat lengket di kuping penggemarnya, sehingga begitu "Jumper" dan "Motorcycle Drive By" mengalun, semua kekurangan mereka di panggung bagai termaafkan.
Setelah "Semi Charmed Life", para personil menghilang sejenak ke balik panggung, dan kemudian kembali untuk memberikan tribut ke almarhum Raja Pop Michael Jackson dengan memainkan lagu lawas "I Want You Back". Konser akhirnya ditutup dengan "How It's Going To Be" dengan disambut kembang api meriah, dan para personil band membungkuk hormat ke penonton sambil diiringi Stephan yang memainkan reprise lagu "Bonfire" dengan gitar akustiknya.
Pesta musik ini belum berakhir karena masih ada GIGI dan Superman Is Dead yang masing-masing memiliki porsi penonton tersendiri, dan tentu saja keduanya tampil habis-habisan sambil mencoba menguras energi pengunjung yang tersisa.
Dengan pengaturan jadwal yang terkontrol dengan baik, venue yang megah dan menarik, dan sederet penampil yang berkualitas, festival ini berjalan nyaris tanpa cela. Tidak salah kalau diharapkan di tahun-tahun ke depan festival ini bisa terselenggara lagi. Bukan tidak mungkin malah akan jadi sebuah event berskala internasional yang tidak hanya disaksikan pecinta musik dalam negeri, tapi juga mengundang minat mereka dari luar negeri. Bravo untuk Java Festival Production dan sederet sponsornya.
Pada malam pertama, nama internasional yang diusung adalah Mêlée dan Vertical Horizon. Yang satu baru masih bisa dibilang muka baru, dan yang satu lagi muka yang sudah agak terlalu lama. Ditambah waktu Jumat malam yang kurang bersahabat untuk lalu lintas ibukota dan notabene masih hari kerja, tak heran kalau massa yang terkumpul tidak terlalu besar di malam itu. Beruntung band-band lokal yang tampil seperti Seringai, Koil dan Netral sudah punya massa loyal masing-masing.
Penonton baru bertumpah ruah di malam berikutnya. Tidak kurang dari 30,000 orang hadir dengan pancingan nama besar Mr Big. Deretan garda lokal yang tampil juga tidak main-main, seperti The S.I.G.I.T., /rif, Efek Rumah Kaca, The Adams, dan dedengkot band indie Pure Saturday. Dan kalau dari angkatan lama menunggu Mr Big, angkatan muda pun terwakili oleh Secondhand Serenade.
Dan ternyata yang ditunggu memang tidak salah; Mr Big masih sangat bisa dibilang BIG. Mulai dari nomor pembuka "Daddy, Brother, Lover, Little Boy" sampai ditutup dengan encore "To Be With You" dan "Colorado Bulldog", sambutan antusias diberikan oleh mereka yang tampak sudah rindu akan band senior ini.
Di hari terakhir festival ini, pesona magis Mew dan tema nostalgik Third Eye Blind menjadi jagoan. Panggung raksasa InterMusic dibuka oleh Slank di sore hari, sebuah pilihan jadwal yang jitu oleh panitia. Massa Slankers yang diberi pintu masuk khusus langsung terhibur puas dan dengan damai meninggalkan venue pertunjukan sehingga tidak menumpuk hingga malam hari. Slank pun memberi penampilan maksimal, dan sempat membawakan beberapa lagu-lagu lama yang ditulis ulang dalam Bahasa Inggris, sebagaimana terekam pada album mereka yang dirilis di Amerika Serikat, "Anthem For The Broken Hearted".
Setelah Slank tampil, rombongan penonton berusia muda pun langsung merangsek ke panggung utama. Walau masih lebih dari satu jam sebelum jadwal tampil, mereka bersiap untuk satu nama: MEW. Band Denmark ini memang jadi salah satu penyebab utama para penonton rela merogoh kocek dua ratus ribu rupiah dan jalan jauh ke Ancol. Dan harga tiket itu pun terbayar lunas begitu lima sosok personil band tersebut naik ke panggung. Ditemani permainan tata cahaya dan visual yang apik, Mew sungguh membuat iri karena merindukan adanya band lokal yang bisa sebaik mereka. Kualitas vokal prima Jonas Bjerre plus video animasi yang lahir dari tangannya sendiri menjadi titik prima penampilan mereka.
Koor plus histeria massal kerap terjadi pada nomor-nomor populer seperti "Special", "The Zookeper's Boy", "Am I Wry? No" dan pastinya lagu terakhir "Comforting Sounds". Megah, spektakuler, dan fantastis, mungkin tidak berlebihan bila disematkan pada penampilan mereka. Walau terasa minim komunikasi dengan penonton, Mew sukses membius puluhan ribu penggemarnya dengan suguhan telinga dan mata yang pasti akan terbayang sampai beberapa hari ke depan.
Situasi yang agak terbalik terjadi menjelang pukul 10 malam, saat Third Eye Blind (3eb) bersiap tampil. Pada saat mereka naik pentas, penonton yang kebanyakan mungkin sudah letih masih berjalan gontai menuju panggung utama sehingga tidak terjadi kehimpitan luar biasa seperti pada Mew sebelumnya. Namun pelan tapi pasti wilayah di depan panggung mulai memadat. Membuka dengan sebuah nomor instrumental bernafas techno, performa band yang berkibar pada akhir 90-an ini agak mengejutkan karena terasa kurang nyaman didengar. Suara khas Stephan Jenkins pun terdengar tidak prima pada beberapa lagu awal.
Beruntung Stephan memiliki kemampuan berkomunikasi yang tinggi, dan berulang kali melontarkan pujian terhadap negara ini dan penonton pada khususnya. Sebuah sikap yang disambut meriah oleh penikmat musik yang sempat skeptis setelah tragedi peledakan bom di Jakarta dua minggu yang lalu. Beruntung juga 3eb punya stok lagu lama yang masih sangat lengket di kuping penggemarnya, sehingga begitu "Jumper" dan "Motorcycle Drive By" mengalun, semua kekurangan mereka di panggung bagai termaafkan.
Setelah "Semi Charmed Life", para personil menghilang sejenak ke balik panggung, dan kemudian kembali untuk memberikan tribut ke almarhum Raja Pop Michael Jackson dengan memainkan lagu lawas "I Want You Back". Konser akhirnya ditutup dengan "How It's Going To Be" dengan disambut kembang api meriah, dan para personil band membungkuk hormat ke penonton sambil diiringi Stephan yang memainkan reprise lagu "Bonfire" dengan gitar akustiknya.
Pesta musik ini belum berakhir karena masih ada GIGI dan Superman Is Dead yang masing-masing memiliki porsi penonton tersendiri, dan tentu saja keduanya tampil habis-habisan sambil mencoba menguras energi pengunjung yang tersisa.
Dengan pengaturan jadwal yang terkontrol dengan baik, venue yang megah dan menarik, dan sederet penampil yang berkualitas, festival ini berjalan nyaris tanpa cela. Tidak salah kalau diharapkan di tahun-tahun ke depan festival ini bisa terselenggara lagi. Bukan tidak mungkin malah akan jadi sebuah event berskala internasional yang tidak hanya disaksikan pecinta musik dalam negeri, tapi juga mengundang minat mereka dari luar negeri. Bravo untuk Java Festival Production dan sederet sponsornya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar